Sabtu, 21 April 2012

34. prinsip rasionalitas (3)



Salah satu tokoh yang cukup terkenal akan pemikiran mengenai birokrasi yakni seorang sosiolog dari Jerman, Max Weber. Konsep Birokrasi menurut Weber merupakan organisasi yang berprinsip rasionalitas dengan mengedepankan mekanisme sosial untuk mencapai efisiensi yang maksimum. Weber menekankan akan adanya konsep ideal mengenai birokrasi modern. Konsep ideal birokrasi tersebut dibangun atas prinsip “rasionalitas” yang harus tercermin dalam pembagian tugas/ wewenang yang jelas, perekrutan SDM melalui kualifikasi teknis, dan standarisasi kerja. Ini semua dilakukan supaya menghasilkan birokrasi yang efisien.

Rasionalitas dan efisien merupakan dua konsep yang ditekankan Weber dalam birokrasi. Dalam urusan birokrasi , harus dijalankan dengan tindakan rasionalitas agar tercipta proses yang efisien. Birokrasi harus melihat secara rasio akan keseimbangan antara pegawai profesional dan pelayanan, anggaran dan sarana, mekanisme kerja dengan jumlah pegawai dan lain sebagainya yang semuanya harus berkorelasi dengan baik.

Akan tetapi perlu diperhatikan juga yakni untuk mewujudkan birokrasi yang efisien, ternyata tidak terpaku dengan rasionalitas saja. Ini sebab birokrasi merupakan produk yang tidak terpaku dalam satu konsep tertentu saja. Konsep birokrasi, yang merupakan alat untuk menyelesaikan persoalan, merupakan konsep yang dinamis. Birokrasi merupakan produk kultural yang harus disesuaikan dahulu dengan situasi dan tempat. Sebagai contoh, hierarki dalam birokrasi merupakan konsep yang dinamis. Ia tergantung akan kebutuhan masing-masing tempat dan situasi. Yang ditekankan bukan banyak sedikitnya susunan hirarki yang ada, tetapi lebih kepada proses nantinya.

Selain rasionalitas perlu juga akan birokrasi yang berorientasi kepada kemanusiaan. Birokrasi yang humanis, yang mendekatkan diri kepada manusia, mutlak diperlukan guna membangun efisiensi serta efektifitas peran birokrasi. Membumikan rasio yang berpaku pada naluri humanis merupakan dasar yang tepat untuk mendekatkan birokrasi pada yang membutuhkannya. Tidak melulu terpaku akan “angka” dalam melihat dan menyelesaikan persoalan. Sehingga nantinya birokrasi tidak hanya menjadi sekedar konseptual belaka, tetapi juga mampu meneropong dan terjun ke daratan praktis di lapangan nyata. Mampu menjawab persoalan tanpa mencipta persoalan.

Model Birokrasi Kuantum

Di alam semesta yang kelihatannya serba teratur ini terdapat proses kreatif dan dinamis, proses perubahan kontinu yang berfungsi memelihara keteraturan itu. Artinya, keteraturan dan perubahan, otonomi dan kontrol bukan lagi suatu pertentangan besar sebagaimana yang selama ini kita pikirkan. Maka kita melihat birokrasi bukan sekedar mesin atau robot, birokrasi harus dilihat sebagai entitas organik atau sebagai tatanan. Budaya birokrasi dilihat sebagai proses dialektik adaptif dalam membangun kinerja yang efektif dan efisien. Maka jika dilihat ada ketidaksesuaian dengan peratauran yang tidak lantas di buang dari sistem birokrasi tersebut.

Model birokrasi kuantum melihat rasionalitas dan nurani (humanis) sebagai suatu perpaduan dari proses dialog ataupun perbedaan. Bentuk birokrasi yang saat ini cenderung tajam dan terdefini ketat harus ada suatu transformasi. Transformasi bahwa birokrasi itu berubah secara fractal dan dinamis tergantung pada bentuk hubungan. Fungsi manusia dalam birokrasi bukan sekedar sebagai pelayan, tetapi lebih kepada aktor aktif dalam menolong dan saling pengertian. Sehingga dengan membangun hal ini maka budaya birokrasi yang terbentuk nantinya dapat menjembatani kepentingan dua pihak yang ada.



sumber : http://kem.ami.or.id/2011/09/membangun-budaya-birokrasi-rasional-dan-humanis/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar